Makassar, INPUTSULSEL.COM — Pemerintah Daerah tidak pernah berhenti untuk memastikan komoditi sagu tetap dipertahankan. Hal itu diperkuat dengan menetapkan Peraturan Daerah
dalam rangka perlindungan dan pengembangan budidaya sagu di Luwu Utara.
“Mengapa? Karena sagu adalah identitas masyarakat Luwu Utara, oleh karena itu menjadi kewajiban pemerintah menjaga keberadaannya dengan berbagai upaya terutama mendorong budidaya sagu,” kata Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani
saat menyampaikan sambutan pada Riset Pengembangan Inovatif dan Kolaboratif (RPIK) Sagu yang digelar Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian RI di Science Techno Park Unhas, Jumat (10/12) lalu.
Bupati perempuan pertama di Sulsel yang selalu tertarik jika bicara terkait sagu ini juga menuturkan, pemanfaatan sagu tidak hanya terbatas pada kebutuhan konsumsi, tapi juga untuk kesehatan dan upaya mitigasi bencana jangka menengah dan jangka panjang.
“Dalam salah satu buku yang berjudul The Hidden Treasure in the World, saya penasaran apa harta karun yang terpendam di dunia, ternyata buku itu menulis tentang sagu. Pemanfaatannya banyak, termasuk dalam upaya mitigasi bencana yang ternyata lebih kuat dari pohon bakau. Hal ini diketahui setelah melalui kajian penelitian, kita temukan juga ternyata komoditi sagu akan sangat menguntungkan bagi masyarakat ketika mereka melakukan pembudidayaan dengan pendampingan dan intervensi teknologi dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu kehadiran STP dan Badan Litbang Kementan RI, kami yakini menjadi upaya kita dalam melakukan akselerasi,” terang Indah.
Dari hasil penelitian, satu batang sagu di Luwu Utara dapat menghasilkan produksi hingga 750 kg. Kalau dibandingkan dengan salah satu daerah penghasil sagu itu hanya di kisaran 250-350 kg / batang sagu. Kemudian setelah dihitung prospek bisnis 1 hektare ditanami dengan pohon sagu (130-150 pohon) dalam jangka waktu 7-8 tahun bisa mencapai Rp. 1 miliyar.
“Tantangannya ketika memulainya adalah petani kita berpikir tentang masa tumbuh yang lama. Salah satu yang juga menjadi pertanyaan besar bagi petani adalah terkait dengan pasar. Pasar dalam negeri harus kita optimalkan sehingga menumbuhkan percaya diri bagi petani kita. Untuk itu kita berharap dukungan dari PHRI (Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia), yaitu bagaimana menghadirkan pangan atau makanan berbahan dasar sagu di hotel atau restoran yang ada di Sulsel. Misal kegiatan kita di hotel, di meja kita tersedia makanan berbahan dasar sagu. Sekali lagi kami berharap banyak dengan membangun kolaborasi antara pemda, pemerintah pusat melalui Kementan RI, perguruan tinggi difasilitasi STP, dan bisnis oleh PHRI kemudian disupport komunitas dan media massa, pemda punya optimisme yang tinggi insya Allah sagu akan tetap abadi. Seperti slogan Luwu Utara yaitu sagu abadi karena di lambang daerah ada lambang sagu,” jelas bupati periode kedua ini.
Selain dukungan pembudidayaan, dukungan pemasaran juga menjadi sangat penting.
“Dan yang pasti adalah dengan mengkonsumsi sagu kita sebenarnya menawarkan pangan alternatif yang jauh lebih sehat dan aman kepada masyarakat.
Kita mulai dengan Lovely December with Sago, kami tunggu kehadiran bapak/ ibu sekalian bahwa dengan sagu kita akan menghadirkan cinta bagi keluarga, orang terdekat, dan tentu bagi lingkungan kita,” tutur bupati yang karib disapa IDP ini.
Sementara itu Kepala Balitbangtan, Dr. Prayudi Syamsuri dalam sambutannya mengatakan, banyak komoditas sebenarnya yang bisa jadi prioritas. Tapi kenapa sagu? Karena ada dukungan Pemerintah Daerah.
“Sebab Pemerintah pusat juga tidak bisa sendiri. Tidak bisa bunyi kalau bertepuk sebelah tangan. Tapi sagu ini, pemda juga sangat proaktif. Apalagi didukung Unhas yang juga dari dulu sudah meneliti soal sagu, sehingga kita makin semangat. Dan sesuai harapan ibu bupati, dengan terbangunnya kolaborasi, semoga semakin mengakselerasi pembudidayaan sagu,” tutur Dr. Prayudi. (Rn)