JW — Pemuda bernama Putu Nastra adalah salah satu contoh petani millenial yang jarang ditemui saat ini. Putu begitu sapaan pemuda ini sudah menjadi petani padi sejak ia tamat dari sekolah menengah atas.
Tak tanggung-tanggung lahan yang digarapnya hampir mencapai 2 hektar sawah milik orangtuanya. Yang kini Ia kelola merupakan lahan produktif yang terletak dalam wilayah desa Cendana Putih Kecamatan Mappedeceng.
Sudah 5 tahun putu menjadi petani, ia tak pernah malu. Walau harus mencangkul disaat pemuda seusianya asik menghabiskan waktu senggang dengan teman-teman mereka.
Putu mengatakan ia kadang sulit mendapatkan pupuk padahal seharusnya pupuk tersebut bisa dijamin stoknya oleh pemerintah.
“iye kadang susah dapat pupuk urea dan poska” jelas Putu.
Selain itu, menurutnya kadang yang membuatnya mengelus dada saat harga terjun bebas ke level rendah. Harga penjualan gabahnya tak bisa menutupi biaya yang telah dikeluarkannya.
Dalam setahun kadang Putu bisa menanam padi 3 sampai 4 kali tergantung ketersedian air.
“Dalam sekali panen pencapaian tertinggi selama ini adalah 4 ton gabah. Pernah juga hanya dapatkan 2 ton saja saat hama menyerang,” ungkapnya.
Harapan Putu Nastra tak muluk-muluk hanya ingin harga pupuk stabil dan ketersediaannya mudah ditemukan.
“Serta pemerintah tak mengimpor beras agar petani sepertinya bisa hidup dengan harga gabah yang menggiurkan,” pungkasnya. (*)
Penulis : Hasrita (Jurnalis Warga)